Amerika Serikat disebutkan menyayangkan pencalonan Prabowo Subianto sebagai Presiden RI periode 2014-2019. Menurut mereka Prabowo mempunyai kredibiltas yang dipertanyakan mengingat peran kemiliterannya dalam sejumlah kasus di Indonesia.
“Sensitivitas (terhadap Prabowo) berasal dari hubungan erat antara militer AS dan Indonesia selama kekejaman militer Indonesia terjadi,” kata Jeffrey Winters, seorang profesor ilmu politik di Universitas Northwestern, seperti dikutip dari New York Times, 26 Maret 2014.
Meskipun putra begawan ekonomi kenamaan Indonesia Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo ini adalah lulusan program pelatihan militer di AS pada 1980, dan merupakan pengagum Amerika, namun selama bertahun-tahun, keinginannya untuk bertemu pejabat tinggi AS selalu mendapat penolakan.
Selain itu, AS yang sejak lama memasukkan Prabowo ke dalam "daftar hitam" terkait dengan dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukannya, pernah menolak visa Prabowo yang kala itu ingin menghadiri wisuda anaknya di sebuah universitas di Boston.
Peluang Prabowo untuk menjadi Presiden RI pada Pemilu ini sangat terbuka luas, meskipun mendapat saingan kandidat lainnya yang cukup tinggi dalam survey dan dukungan masayarakat luas, yaitu Capres dari PDIP, Joko Widodo atau Jokowi.